Minggu, 17 Januari 2016

Night Walker

NW
“Night Walker”


Kata orang, dari setiap cerita yang kita dengar setidaknya ada satu hal baru yang bisa dipetik. Apa ini berlaku untuk cerita ini? Yah, Kita lihat saja. Ini mungkin salah satu pengalaman tergokil, seru, konyol, dan gak jelas saat gue kuliah. Hari di mana ulang tahun gue dilewati dengan cara yang gak biasa.

Malam itu, adalah malam Jumat. Gue dan tujuh orang teman gue, berjalan melewati gerbang PSBJ di tengah malam. Kami juga gak ngerti kenapa agenda malam itu bisa berujung uji nyali. Beberapa jam sebelumnya gue dan para bocah itu hanya asyik makan, nonton, dan gosip-gosip soal cewek. Tapi pada akhirnya inilah yang terjadi.

Tepat pukul 12.00 malam kami memasuki kawasan PSBJ. Sekedar informasi, PSBJ adalah singkatan dari Pusat Studi Bahasa Jepang yang berlokasi di dalam kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Katanya bangunan ini tempat paling menyeramkan di Universitas gue. Banyak banget cerita penampakan yang kerap kali muncul di sini. Kami terbagi menjadi dua tim. Tim gue berjalan melewati sudut sebelah kiri menuju belakang aula dan terus memutari PSBJ melalui kantin. Tim yang lain menuju arah sebaliknya melawati lorong belakang kelas dan menaiki tangga menuju perpustakaan. Akhirnya setelah bersiap-siap, kami berangkat.

Suasana PSBJ saat itu hening banget. Tinggal gue bersama tiga orang dalam tim gue. Hanya suara langkah kami berempat yang mengisi gaung-gaung di sepanjang perjalanan malam itu. Kami bisa merasakan nafas kami yang berat saat memperhatikan setiap sudut bangunan yang gelap. Seakan ada sesuatu yang memperhatikan dari balik kegelapan itu. Semua ketegangan itu membisukan mulut-mulut kami. Melihat kelas-kelas yang biasanya ramai, berubah seketika menjadi ruangan yang horor. Rasa penasaran membimbing gue untuk coba mengintip lewat jendela. Dengan menempelkan sebelah kanan telapak tangan di kaca jendela yang dingin, gue mendekatkan wajah sampai hidung gue bisa merasakan aroma embun yang menempel pada kaca. Mata gue menyusuri seisi ruangan. Lampunya mati, jadi hanya bagian luarnya saja yang terlihat karena ter sinari oleh lampu dari teras kelas. Gue berusaha fokus pada bagian tengah ruangan yang sangat gelap. Waktu itu entah apa yang gue harapkan, atau gak gua harapkan untuk dilihat. Fuhh. (untungnya gak ada yang nemplok tiba-tiba di kaca), (karena pernah kejadian).  Waktu pun berlalu, di tengah perjalanan tiba-tiba keheningan selama itu pecah oleh suara teriakan dan deru langkah kaki-kaki yang berlari-lari. Kami terkejut sampai ikut berteriak dan berlari tanpa tahu sebabnya. Dari kejauhan kami melihat tim yang lain sedang berlari kembali menuju gerbang. Kami pun mengikuti mereka sampai akhirnya semua tiba di gerbang PSBJ, dengan nafas terengos-engos. Salah satu teman gue berwajah sangat pucat. Ia terlihat berusaha sangat keras untuk berbicara dengan terbata-bata. Setelah keadaan semua orang cukup tenang, ia menceritakan kepada kami bahwa ia melihat sebuah bayangan di balik kaca perpustakaan. Kami semua tersentak kaget. Jantung kami seakan berhenti berdenyut beberapa saat. Sampai teman kami berbicara bayangan itu berwarna biru. Lalu kami semua tertawa. Sepertinya itu hanya pantulan bayangan baju biru yang dikenakannya sendiri.

Akhirnya gue dan temen-temen memutuskan untuk pergi meninggalkan PSBJ. Dalam perjalanan, karena udah tanggung, sekalian kami mengelilingi seluruh kampus sambil jalan-jalan di malam hari itu. Ternyata gak ada yang perlu kami takutkan (walaupun di sepanjang jalan temen gue yang satu selalu cerita-cerita mistis setiap kami pindah tempat). Gak ada hal aneh yang terjadi. Semua berjalan dengan wajar. Sebelum keluar dari kampus kami semua berfoto di sebuah bunderan di perempatan jalan dalam kampus. Akhir perjalanan malam itu pun berujung di sebuah jembatan tua di Jatinangor bernama “Jembatan Cincin”  (katanya ini juga salah satu tempat paling angker di Jatinangor).

Kami merasa benar-benar lelah dan lapar. Akhirnya kami pesan makanan, dan makan bersama di tengah Jembatan Cincin (buset motor abang nasinya nganterin ke tengah jembatan). Kami pun makan dengan lahap (dengan lapar lebih tepatnya). Setelah perut terisi penuh mata pun mulai berat,  kami tidur di sana. Gue termenung. Hening. Hembusan angin menerpa kulit tangan gue yang dingin. Melihat langit hitam yang sangat luas dengan taburan bintang yang berkelap-kelip (sebenernya ga juga sih). Namun yang pasti, bersama tujuh teman baik. Di atas jembatan tua. Melewati perjalanan malam yang panjang. Itu momen yang euhh banget. Hari yang gak akan gue lupa.

Akhirnya semua bangun (untung gak terus tepar sampe diinjek orang lewat). Pagi itu kami nunggu fajar terbit dari atas jembatan. Gue menghitung mundur sampai beberapa kali karena gak muncul-muncul juga itu mentari. Hingga akhirnya nongol juga. Matahari pertama gue di usia delapan belas tahun. Hm, hangat. Silau. Serasa memberi gue semangat baru untuk satu tahun yang lebih baik di tahun ini. Thanks guys. Gue akan menjaga kenangan ini sampai tua nanti.

Beberapa hari setelah itu. Ada hal aneh terjadi. Kami melihat foto kami di bundaran waktu itu. Sebuah bayang biru menyerupai wajah perempuan dengan rambut yang panjang terpampang jelas tepat depan muka gue, muncul tiba-tiba di foto itu.

*lain kesempatan gue share fotonya

*“NW/Night Walker” diambil dari nama grup kami berdelapan buat malam itu

Kamis, 14 Januari 2016

The Forest_Sinopsis

       Ini adalah sinopsis salah satu cerpen yg pengen gue buat. Ceritanya mulai tertarik sm dunia tulis-menulis nih haha. Tapi pada intinya tetap ingin berbagi. Hanya sedang explore metode-metode baru aja. Semoga menginspirasi ^^. Kalau ada masukan bakal seneng banget. Maklum amatiran maafin hehe.

THE FOREST

SINOPSIS

     Peter adalah seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 2. Bersama adiknya Max, dan ayahnya, mereka bertiga tinggal di pusat kota New York. Saat itu, New York sudah menjadi kota yang benar-benar maju dalam bidang teknologi. Semua sarana dan prasarana di sana sangat canggih. Taman-taman di kota pun berubah menjadi tempat-tempat wisata modern. Namun dalam hiruk pikuk kehidupan yang serba canggih itu, Peter merasakan kebosanan. Keseharian yang dilakukan Peter dan orang-orang di kota tersebut seakan monoton. Sampai tiba-tiba ayah Peter mengajak Peter dan Max pindah rumah ke luar negeri karena urusan bisnis sang ayah untuk beberapa tahun ke depan. Akhirnya mereka pun pindah ke Jepang.

    Di sana mereka pindah ke sebuah desa di pinggir kota. Keadaan lingkungan yang sungguh berbeda. Pemandangan yang belum pernah Peter dan Max lihat selama mereka tinggal di New York. Jalanan yang sepi. Pohon-pohon di sepanjang jalan. Sungai yang jernih. Sebuah pemandangan alam yang masih asri. Di sana Peter dan Max pindah ke sebuah sekolah yang tak jauh dari rumah baru mereka. Di kelas barunya, mereka bertemu dengan teman-teman pertamanya, Ken dan adiknya Rika.

Rumah Ken dan Rika ternyata tidak jauh dari rumah Peter dan Max. Mereka mulai akrab dan sering bermain bersama. Suatu hari, seusai pulang sekolah mereka berempat bermain terlalu jauh sampai hampir memasuki sebuah hutan tak dikenal. Ken dan Rika yang merupakan penduduk local di situ tahu akan bahaya yang mungkin menyerang mereka. Saat Ken akan melarang Peter memasuki hutan tersebut, Peter melihat seorang anak perempuan di dalam hutan tersebut. Saat Peter mencoba mendekatinya, anak perempuan itu pergi. Peter pun berlari berusaha mengejarnya. Yang terpaksa diikuti oleh Ken, Rika, dan Max. Tanpa sadar mereka telah memasuki hutan terlarang tersebut. Mereka pun tersesat. Namun rasa penasaran yang kuat keempat anak-anak itu mengalahkan rasa ingin pulang mereka. Rasa ingin tahu tentang apa yang sebetulnya ada dalam hutan tersebut menuntun kaki mereka melangkah lebih dalam. Sampai mereka menemukan sesuatu yang sangat mengejutkan di dalam sana, yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, yang ternyata tidak seperti Ken dan Rika anggap selama ini. Dan anak perempuan yang dilihat Peter, Megumi, akhirnya menjadi teman paling berharga yang pernah ada, yang tak pernah terlupakan oleh mereka berempat.